Sabtu, 18 Februari 2012

Mahalnya pendidikan di Indonesia,nasip orang miskin yng tak kebagian


Dibawah ini adalah salah satu contoh saja yang kebetulan dipublikasikan dan mudah dikutip dari situs sebuah Universitas Negeri yang menunjukkan betapa mahalnya biaya pendidikan (baru mau masuk saja) dan betapa kandasnya harapan dan impian orang-orang tak berpunya untuk menitipkan putra-putri mereka ke lembaga pendidikan tinggi ini. Universitas milik Negara yang nota bene pembiayaannya lebih banyak berasal dari uang rakyat itu ternyata tak semua rakyat boleh merasa memilikinya. Kita menjadi heran; mengapa dinegeri yang kaya ini dan penduduknya yang masih tergolong rendah pendidikannya, pendidikan kok jadi barang mewah ?
Kalau rakyatnya sudah sejahtera itu mah lain Kang ! eleh…eleh…
Setelah itu tak satupun Universitas Negeri yang mahal itu bisa mempertanggungjawabkan hasil pendidikannya selama lebih kurang 4-6 tahun dengan bermacam-macam bentuk dan alasan pembiayaan. Kondisi ini semakin memperkuat asumsi kita mengenai tidak becusnya pemerintah mengelola pendidikan sekaligus tidak peduli dengan amanat UUD tentang Hak Rakyat untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang layak.
Kita tidak dapat menggambarkan bagaimana jadinya generasi muda kita ini selanjutnya, paling-paling bangun pabrik,datang orang asing sebagai manejer lalu anak muda kita jadi kuli !
Atau bisa ekstreem, rakyat berbondong-bondong mengirimkan anak-anaknya untuk dididik di negara tetangga yang mungkin jauh lebih murah pembiayaannya dengan mutu yang jauh lebih baik. Atau lebih ekstreem lagi rakyat ogah menyekolahkan anak-anaknya kependidikan tinggi karena sudah apatis terhadap pendidikan tinggi. Bisa juga rakyat ramai-ramai beralih perhatian ke Perguruan Tinggi Swasta yang jauh lebih manusiawi. Mengapa manusiawi  ? karena paling tidak fasilitasnya sesuailah untuk tempat manusia dididik,bayarannya boleh dicicil sampai tiga kali. Beginilah suasana dunia pendidikan kita, yang rubuh,yang tak ber WC,yang tak berguru,yang sering nggak masuk guru atau dosennya,yang kemahalan biayanya,yang menambah jumlah pengangguran terbuka,dan segala macam problematika namun tidak cukup untuk menggelitik hati nurani para pemimpinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar